Jumat, 28 Maret 2008

LPJK sudah klarifikasi 700 SBU 2008

Sabtu, 29 Maret 2008
700 BUJK Sudah Diklarifikasi
SBU Center Tak Dimanfaatkan Asosiasi
SAMARINDA – Pusat penyelesaian Sertifikat Badan Usaha (SBU) 2008 alias SBU Center yang digagas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim, ternyata tidak banyak dimanfaatkan kalangan asosiasi di daerah ini.

Ketua Umum LPJK Kaltim Benny Dhanio mengakui, SBU Center yang berlokasi di lantai 4 Kantor Gubernur Kaltim itu tetap berjalan, namun kurang dimanfaatkan oleh asosiasi.

“Karena itu, kami mengimbau agar SBU yang sudah diproses oleh LPJK segera dicetak oleh Badan Sertifikasi Asosiasi,” sebutnya. Dikatakan, saat ini sudah lebih dari 700 badan usaha jasa konstruksi yang telah selesai diklarifikasi. Selain itu, ada 285 SBU yang siap cetak, namun belum dicetak oleh asosiasi karena masalah internal administrasi antara asosiasi dengan badan usaha.

Untuk itu, LPJK mengharapkan asosiasi secepatnya menyelesaikan hal tersebut, sehingga proses cetak dapat dilaksanakan.

Seperti dikabarkan, SBU 2007 hanya sampai 31 Maret 2008 mendatang. Itu berarti, sejak 1 April 2008 mendatang, akan mulai diberlakukan penggunaan SBU 2008.

Namun masih sedikit perusahaan memiliki SBU 2008. Padahal, kalau tidak punya SBU, perusahaan tidak bisa ikut tender pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Jumlah perusahaan di Kaltim mencapai 4 ribu lebih. Itu berarti, mestinya LPJK sudah menerbitkan 4 ribu SBU 2008 di Kaltim. Tapi faktanya, jumlahnya sangat minim.(eff)


dikutip dari : kaltim post online



Selasa, 18 Maret 2008
Benny: SBU untuk Hindari Calo Proyek
SAMARINDA - Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim Benny Dhanio tidak menampik jika pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU) 2008 ini banyak dikeluhkan kalangan pengusaha jasa konstruksi di Kaltim.

"Ini salah satu upaya yang dilakukan untuk reformasi di sektor usaha jasa konstruksi di Tanah Air," ujarnya. Disebutkan, beberapa tahun terakhir, sektor usaha jasa konstruksi di Kaltim mengalami booming. Tak heran banyak orang beralih profesi jadi kontraktor, meski latar belakangnya tak mempunyai keahlian di bidang itu.

"Ada tukang sayur, tukang bakso, penjual ayam, kemudian menjadi kontraktor. Padahal, tidak punya keahlian di bidang itu," sebutnya. Akibatnya, lebih banyak yang menjadi broker atau calo proyek, ketimbang yang murni pengusaha konstruksi. Hal itulah yang saat ini mencoba diperbaiki sektor jasa konstruksi.

"Sistem yang ada ini memang untuk melakukan seleksi alam, supaya tidak terlalu banyak yang terjun di sektor ini. Kalau yang punya kompetensi tak masalah, tapi kalau sebaliknya, ini yang repot," sebutnya.

Ia mengumpamakan, sektor jasa konstruksi tak ubahnya seperti usaha restoran. "Kalau mau buka restoran ya harus punya koki. Kalau restoran China, ya harus punya koki yang ahli masakan China. Kalau masakan Eropa, ya harus punya koki ahli masakan Eropa. Kalau tidak, ya jangan coba-coba, karena tidak ahli di bidang itu," bebernya.

Karena itu, menurutnya aneh jika pengusaha konstruksi di Kaltim tenaga ahlinya dari luar Kaltim. Sama saja restorannya di Samarinda, kokinya di Jakarta. "Mana mungkin bisa jalan usahanya," ujarnya. Karena itu yang didorong saat ini pengusaha jasa konstruksi bekerja sesuai bidang keahlian. Kalau memang ahlinya di bidang jembatan, jangan mengambil keahlian lain di bidang bangunan.

Soal biaya sertifikasi yang mahal, Benny menyebutkan, sengaja dilakukan agar pengusaha hanya mengambil sertifikasi sesuai sektor yang dikuasai.

Soal minimnya tenaga ahli, Benny membantah jika Kaltim kekurangan tenaga ahli. Disebutkan, di Kaltim ada 6 ribu orang yang memiliki sertifikat keahlian (SKA) yang dikeluarkan asosiasi profesi. Ada pula 11 ribu orang yang memiliki sertifikat keterampilan (SKTK). Sementara jumlah perusahaan jasa konstruksi dan konsultansi di Kaltim 2.800 perusahaan.

"Logikanya, jumlah tenaga ahli dan perusahaan masih mencukupi. Bahkan ada perusahaan yang mempunyai lebih dari 1 tenaga ahli," bebernya.

Ia menyebutkan, data itu bukan rekayasa karena bisa diakses di website LPJK.

"Sekali lagi, ini seleksi untuk menghindari broker dan calo jasa konstruksi. Saya tahu, saat ini banyak pengusaha kalang kabut cari sertifikat keahlian untuk mendapat SBU, karena memang tak punya tenaga ahli. Harapannya, kualitas jasa konstruksi ke depan sejajar dengan Malaysia," ucapnya.

Disebutkan, upaya yang dilakukan ini agar dunia konstruksi makin profesional. "Kalau semua ditoleransi, maka dunia jasa konstruksi tetap penuh broker dan calo, sehingga yang profesional malah tersingkir," ujarnya. Ini yang dianggap menyulitkan, karena selama ini pengusaha sudah terbiasa yang gampangan.

Ia menyebutkan, asosiasi profesi sangat siap dengan ketentuan SBU 2008 ini, namun tetap memegang prinsip profesi, sehingga tak mudah dapat SKA atau SKTK.

Karena itu ia mengimbau pengusaha mengikuti aturan dan ketentuan LPJK. "Kalau tidak jujur dan mau menipu sistem yang ada, bisa frustasi sendiri. Jadi kalau mau punya SBU, ikuti aturan, jujur dan introspeksi pada kemampuan sendiri," pungkasnya. (eff)

dikutip dari : Kaltim Post